Kolaborasi Riset BRIN Dalam Membangun Industri Galangan Kapal Nasional

Kolaborasi Riset BRIN Dalam Membangun Industri Galangan Kapal Nasional

RISET ini dilatarbelakangi ketatnya persaingan di bidang bisnis perkapalan yang menuntut galangan kapal untuk meningkatkan produktivitasnya dalam hal kualitas, biaya, dan penyerahan tepat waktu. Teknologi produksi kapal baja berbasis Product-oriented Work Breakdown Structure (PWBS) telah memainkan peran penting dalam keberhasilan galangan kapal dalam persaingan. Pendekatan perakitan blok dan modular menggunakan metode PWBS disiapkan untuk memandu galangan kapal. Rendahnya produktivitas galangan kapal perlu diatasi dengan penerapan metode PWBS karena sudah banyak diterapkan di galangan kapal dengan daya saing tinggi di dunia.

Riset ini dilakukan untuk mengevaluasi dan mengukur kemampuan teknologi galangan kapal dalam membangun kapal dengan menggunakan teknologi produksi maju berdasarkan metode PWBS baik pendekatan konstruksi blok maupun modular. Metode PWBS merupakan teknologi pembangunan kapal dimana lambung kapal dibagi menjadi blok-blok dan diproduksi berdasarkan kesamaan bentuk produk dan proses produksinya. Blok-blok tersebut dirakit menjadi modul yang lebih besar dan diintegrasikan dengan pekerjaan perlengkapan (outfitting) kapal sebelum modul-modul disambung di landasan peluncuran kapal. Penggunaan metode ini akan mempercepat proses produksi, menekan biaya produksi dan mutu produk yang lebih baik.

Di satu sisi tumbuhnya new building order di Indonesia merupakan peluang besar bagi industri galangan kapal nasional untuk pembangunan di dalam negeri agar lebih kompetitif dibandingkan galangan kapal di luar negeri. Selama ini beberapa galangan kapal nasional telah berpengalaman dalam membangun berbagai jenis kapal yang sebagian besar berasal dari pesanan pemerintah.

Namun, di sisi lain kemampuan bersaing di pasar bebas masih rendah karena rendahnya produktivitas, terutama dalam hal biaya produksi dan waktu delivery. Mereka kesulitan memperoleh keuntungan dari pesanan bangunan baru, bahkan ada pula yang merugi karena keterlambatan penyerahan kapal sesuai kontrak.

Dalam riset ini dilakukan kajian kapabilitas teknologi empat galangan kapal menengah terpilih di Indonesia dan satu galangan kapal terkemuka sebagai benchmark dalam menggunakan metode PWBS. Riset ini menggunakan studi kasus Kapal Mini LNG 36 TEUs untuk mengevaluasi kemampuan teknologi beberapa galangan kapal skala menengah besar di Indonesia dalam membangun kapal berdasarkan metode PWBS. Namun, tidak termasuk tangki LNG ISO karena tangki tersebut akan disediakan setelah kapal diluncurkan. Oleh karena itu, dari segi produksi kapal, kapal jenis ini secara umum sama dengan kapal sejenis lainnya yang panjangnya di atas 50 meter, di mana lambung kapal dibangun berdasarkan pendekatan PWBS.

Untuk ukuran lebih kecil, kapal sebagian besar dibangun berdasarkan pendekatan System-oriented Work Breakdown Structure (SWBS). Kemampuan teknologi dalam pembuatan kapal diukur dengan menggunakan model penilaian teknometrik oleh United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) yang terdiri dari empat indikator; technoware, humanware, infoware, dan orgaware (THIO).  Perlu kita ketahui bersama, Ma’ruf dan kawan kawan pada riset sebelumnya (2006 dan 2009) telah mampu mengatasi masalah kemampuan teknologi pada galangan kapal skala menengah baru dengan menggunakan metode produksi PWBS. PWBS lebih cocok untuk kapal besar, namun juga penting untuk kapal komersil berukuran kecil.

Oleh karena itu, riset yang didanai LPDP ini juga bermitra dengan beberapa galangan kapal nasional dan asosiasi terkait (IPERINDO), agar teknologi dan metode produksi PWBS (blok dan modular) dapat diimplementasikan dengan baik sesuai kondisi galangan kapal kelas menengah di dalam negeri.

Untuk itu, dilakukan pengukuran kesiapan teknologi pada empat galangan kapal sebagai representasi kelas menengah nasional dengan menggunakan metode teknometrik. Hasil riset tebaru ini menunjukkan bahwa Kontribusi Koefisien Teknologi (TCC) galangan kapal berkisar antara 0,5 hingga 0,7 (TCC maksimum 1,0). Nilai tersebut menunjukkan bahwa keempat galangan kapal pada studi kasus ini mampu membangun kapal berdasarkan metode PWBS.

Namun, beberapa aspek harus diperbaiki untuk memastikan metode ini diterapkan dengan baik, termasuk: perangkat lunak desain yang lebih baik yang dapat menyiapkan dokumen Teknik produksi yang komprehensif, jalur produksi dengan lebih banyak otomatisasi, dan kapasitas crane yang lebih besar. Penambahan investasi yang besar tentunya harus didukung dengan skala ekonomi pemesanan kapal-kapal baru, terutama jenis dan ukuran kapal yang relatif sama, sehingga lebih produktif dan lambat laun mampu bersaing di pasar global. Temuan menarik dalam riset ini adalah tingkat kemampuan teknologi modular yang lebih rendah dibandingkan teknologi blok pada galangan kapal berukuran menengah.

Temuan ini disebabkan oleh keterbatasan kapasitas crane, keterbatasan kemampuan enjiniring dan manajemen produksi serta ketidakpastian waktu ketersediaan material untuk penerapan desain modular. Selain itu, hanya PT PAL Indonesia yang sudah berpengalaman membangun kapal dengan metode modular. 

Oleh karena itu, penerapan perakitan modular pada galangan kapal kelas menengah harus didukung dengan tingkat teknologi dalam perangkat teknologi dengan meningkatkan desain teknik yang berfokus pada desain modularitas dan meningkatkan kapasitas peralatan fisik untuk fabrikasi dan perakitan. Temuan ini memiliki dua implikasi manajerial yaitu; Pertama, galangan kapal berukuran menengah memiliki tingkat kemampuan pendekatan perakitan modular yang lebih rendah dibandingkan dengan pendekatan konstruksi blok karena keterbatasan kapasitas crane.

Hal ini menunjukkan bahwa galangan kapal berukuran menengah harus melakukan inovasi dalam desain dan proses, yang tentunya didukung dengan kompetensi sumberdaya manusia yang memadai. Kedua, penilaian tingkat technoware lebih tinggi pada tiga tahap pertama yaitu desain, fabrikasi, sub-perakitan dibandingkan dua tahap terakhir, yaitu perakitan dan penyambungan blok. Hal ini dapat diatasi melalui pembangunan kapal secara kolaboratif dengan beberapa galangan kapal (multi-yards). Jika beberapa kapal sejenis dibangun secara parallel, maka model kolaborasi ini akan lebih produktif di mana pembagian modul disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. 

Studi ini juga merekomendasikan inovasi teknologi untuk meningkatkan aplikasi PWBS dan produktivitas tinggi pada galangan kapal kelas menengah melibatkan kemampuan teknik dan fasilitas produksi dengan otomatisasi yang lebih banyak. Artikel ini merupakan narasi populer dari hasil riset terbaru dari Profesor Buana Ma’ruf dan kawan kawan yang telah publish di jurnal Cogent Engineering (2024), 11: 2284534.

Namun untuk pembangunan kapal berukuran kecil (seperti kapal tunda, kapal ikan dan sejenisnya), lebih efektif menggunakan metode SWBS karena bagian-bagian identik pada lambung kapal (parallel middle body) sangat terbatas.  Dalam Artikel ini penulis ingin memberikan gambaran salah satu kolaborasi riset BRIN untuk melakukan evaluasi dan pengukuran kemampuan teknologi galangan kapal dalam upaya membangun kapal mini LNG menggunakan teknologi produksi maju yaitu metode PWBS. 

Riset dan pengembangan kapal mini LNG ini merupakan bagian dari Program Prioritas Riset Nasional (PRN) Bappenas 2020–2024 terkait regulasi global dan kebijakan pemerintah di sektor industri kemaritiman. (Sumber: Kompas.com)

Penulis:
Prof. Dr. Ir. Buana Ma’ruf, M.Sc., MM. (Peneliti Ahli Utama BRIN)  & Syaiful Azhary, M.I.Kom (Pranata Humas Ahli Muda BRIN)

 

  • By admin
  • 16 May 2024
  • 675
  • INSA