Pemerintah Diminta Revisi Aturan Penerimaan PNBP Sektor Angkutan Laut

Pemerintah Diminta Revisi Aturan Penerimaan PNBP Sektor Angkutan Laut

Indonesian National  Shipowners' Association terus mendorong agar kebijakan tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Perhubungan Laut direvisi karena sangat memberatkan dunia usaha angkutan laut dan tidak mendukung terwujudnya cita-cita Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan ekonomi berkeadilan.

Hal ini dikarenakan sejumlah hal. Pertama, terdapat 435 atau 51% tarif baru dari seluruh pos tarif, dan 482 atau 57% dari seluruh pos tarif PNBP yang naik 100% hingga 1.000% dibandingkan dengan pos taif yang diatur berdasarkan PP No.6 tahun 2009. Kenaikan tarif 1.000% ditemukan a.l pada tarif penggunaan perairan untuk bangunan dan kegiatan lainnya di atas air yang naik 10x lipat dari  250 per M2 per tahun menjadi Rp2.500 per M2 per tahun.

Kedua, terdapat pos tarif yang tidak jelas pelayanannya, tetapi harus dibayar (No service but pay). Sebagai contoh adalah tarif PNBP atas pengawasan kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan yang tidak jelas manfaatnya, tetapi ditagihkan tarifnya sebesar 1% dari total tarif bongkar  muat barang di pelabuhan.

Ketiga, rumus dan perhitungan tarif PNBP yang ditetapkan berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. KU.404/2/11/DJPL-15 tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku pada umumnya yakni:

Perhitungan tarif PNBP untuk kelompok sewa perairan dengan rumusan pada pasal 12 huruf c angka 4 yang naik hingga 76 kali lipat. Contohnya adalah tarif PNBP atas kapal FSO yang dihitung dengan rumus luas bangunan peraira dihitung dengan jari-jari sama dengan ukuran panjang kapal (LOA) terbesar termasuk peralatan bantu yang digunakan ditambah 25 M atau A=π x (L + 25M)2 dengan π= (22/7). Dengan simulasi panjang kapal FSO 267,90 M, maka tarif PNBP meningkat dari Rp67 juta pada 2009 menjadi Rp5,1 miliar pada 2016.

Perhitungan tarif PNBP atas sertifikat kapal seharusnya memiliki kejelasan masa berlakunya. Dan tarif PNBP dibayar secara pro-rata jika masa berlakunya lebih pendek dari masa berlaku yang ditetapkan di dalam PP No.15 tahun 2016.

Perhitungan tarif PNBP navigasi adalah dihitung 15 hari. Jika jumlah hari yang digunakan kurang dari 15 hari, seharusnya dihitung pro-rata sesuai dengan hari yang digunakan, bukan tetap menjadi 15 hari. Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association Siana A. Surya mengatakan sejak aturan PNBP berlaku, sektor pelayaran menanggung beban yang sangat berat karena kenaikan biaya dan item PNBP yang sangat signifikan.

Dia berharap, kabinet baru nantinya dapat memenuhi harapan para  pemilik kapal nasional agar  Peraturan Pemerintah No.15 tahun  2016 tentang PNBP dan peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut  Kemenhub No.KU.404/2/ 11/DJPL-15 direvisi.

Menurutnya, baik PP No.15 tahun 2016 maupun Peraturan DJPL No.KU.404/2/11/DJPL-15, sama-sama memberatkan usaha pelayaran dan tidak mendukung terwujudnya ekonomi berkeadilan sesuai harapan bersama.

Sementara itu, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut semakin meningkat setiap tahunnya. Saat ini, PNBP jasa transportasi laut merupakan penyumbang PNBP terbesar di lingkungan Kementerian Perhubungan dengan komposisi sekitar 50% yang berasal dari jasa transportasi laut.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Capt. Antoni Arif Priadi saat membuka Kegiatan Penyesuaian Target PNBP Tahap Alokasi TA.2025 dan Penyusunan Target PNBP tahap Indikatif TA. 2026 di Hotel Ciputra Jakarta, Kamis (19/9).

Capt. Antoni mengungkapkan, hingga September 2024, realisasi penerimaan telah mencapai Rp4,3 T, atau sekitar 89% dari target yang telah ditetapkan, yaitu sebesar Rp4,8 T. “Kami memproyeksikan realisasi akhir tahun bisa mencapai Rp5,5 triliun, atau 115% dari target yang ditetapkan,” ungkapnya.

Dibalik peningkatan tersebut, lanjut Capt. Antoni, tantangan yang dihadapi semakin berat, terutama dengan adanya perubahan peraturan dan kebijakan, seperti pelaksanaan penyerahan pelabuhan pengumpan lokal dan regional kepada pemerintah daerah, pengelolaan pelabuhan penyeberangan, pemanfaatan aset BUMN, hingga pelaksanaan konsesi di pelabuhan.

Adapun dalam RUU APBN 2025, Ditjen Perhubungan Laut mendapatkan penambahan target PNBP sebesar Rp 449 M atau naik dari usulan awal/indikatif senilai Rp4.8 T menjadi Rp5,3 T.

“Oleh karena itu, kita perlu melakukan penyesuaian angka target alokasi pada aplikasi TPNBP. Sedangkan untuk target PNBP TA. 2026 diharapkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) melakukan perhitungan yang cermat dan matang,” tandas Dirjen Antoni.

Pihaknya mengatakan, perhitungan tersebut didasarkan pada realisasi penerimaan 2 (dua) tahun sebelumnya dan penerimaan tahun berjalan sesuai dengan PP 15 Tahun 2016. Tak lupa, ia juga meminta kepada UPT untuk memperhitungkan potensi-potensi penerimaan yang dapat digali dengan optimal di masa mendatang. Pada kesempatan tersebut, Capt. Antoni juga menjabarkan beberapa upaya optimalisasi penerimaan PNBP yang telah dilakukan oleh Ditjen Perhubungan Laut, baik melalui penagihan piutang, penguatan aturan pemungutan, maupun pengawasan langsung.

“Pengawasan dilakukan dengan melibatkan Kementerian Keuangan, sedangkan peningkatan layanan kita upayakan melalui ekstensifikasi pemanfaatan Inaportnet ke seluruh pelabuhan di Indonesia dan modul eBlanko Sehati untuk mendukung proses pemungutan PNBP,” tegasnya.

Optimalisasi lainnya adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah menggunakan mekanisme pencairan dana PNBP melalui Surat Edaran Maksimum Pencairan (SE MP) yang telah dimulai sejak tahun 2019. “Mekanisme ini bahkan telah diadopsi oleh kementerian lain seperti Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Agama, dan terbukti mampu mengoptimalkan penggunaan dana PNBP di seluruh UPT,” ungkap Antoni.

Terakhir, Ia berpesan agar pemerintah pusat dan unit pelaksana teknis di daerah terus menjaga komitmen dan bersinergi dalam mendukung percepatan pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari dana PNBP. “Terlebih belanja-belanja yang dapat dilakukan melalui e-katalog agar rencana alokasi MP 100% di bulan Oktober dapat dilaksanakan” tutupnya. (AJI/Dephub)

  • By admin
  • 10 Oct 2024
  • 228
  • INSA